Jumat, 24 September 2010

MEMORIES SP3. KEBUDAYAAN DI PULAU HALMAHERA

CATATAN TENTANG SUKA DUKA SP3.KEBUDAYAAN
DI PULAU HALMAHERA

Oleh: Abdul Asis, S.S., M.Pd

Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Makassar
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata
Jalan Sultan Alauddin / Tala Salapang Km. 7 Makassar 90221


Tahun 1995 setelah menyelesaikan pendidikan studi (S.1) di Fakultas Sastra pada Universitas Muslim Indonesia di Ujung Pandang (sekarang bernama Makassar). Selama 1 tahun saya luntang-lantung melamar pekerjaan, baik di instansi negeri maupun di instansi swasta, akan tetapi belum jua berhasil mendapatkan pekerjaan tetap, hingga akhirnya memutuskan kembali ke kampung halaman tempat di mana saya dilahirkan dan dibesarkan oleh kedua orang tuaku, tepatnya di Kelurahan Banyorang, Kecamatan Tompubulu, Kabupaten Bantaeng Provinsi Sulawesi Selatan. Sebuah kampung yang terletak di kaki Gunung Bawakareng. Keseharianku di kampung mengurus dan memelihara kebun cengkeh dan kakao warisan dari orang tuaku.

Selama setahun tinggal di kampung halaman tak jarang sering mendengar olok-olokan dan perbincangan warga tentang anak-anak yang sekolah di kota besar khususnya yang menempuh pendidikan tingkat perguruan tinggi di Kota Makassar. Setelah mereka berhasil menyelesaikan tingkat kesarjanaannya banyak di antara mereka kembali ke kampung bergelut dengan kegiatan pertanian alias kembali menjadi petani. Perkataan tersebut sering saya mendengar langsung dari teman-teman sebaya yang hanya pendidikan pada tingkat SLTA saja. Perkataan itu sering dia ucapkan kepada saya “Memang kamu tidak merasa malu pergi ke kebun, kamu kan sarjana” sama dong level kita sekarang. Perkataan itu, saya hanya menjawab! Kita lihat saja nanti, masih panjang perjalanan kawan. Dan orang-orang di kampung tersebut, mereka baru mengganggap kita bekerja apabila berstatus Pegawai Negeri.

Suatu ketika tekad saya pun bulat untuk merantau keluar Sulawesi dan memilih Maluku sebagai daerah tujuanku untuk mengadu nasib. Ketika kita berada daerah rantauan, pekerjaan apapun yang dikerjaan yang penting halal kita tidak merasa malu, karena tidak ada teman-teman dekat yang melihat pekerjaan kita. Saya pun memilih Maluku sebagai daerah tujuanku. Sambil menunggu kepulangan ibuku dari tanah suci pada waktu itu, seminggu setelah ibuku datang tepatnya Juni 2006. Saya pun memutuskan berangkat bersama pamanku yang bernama Baharuddin. Ketika itu beliau kembali kampung halaman menanti kedatangan kakaknya (ibuku) dari tanah suci. Setelah itu kami bersama-sama pamanku naik kapal laut menuju Ambon dengan lama perjalanan 2 hari 2 malam.

Di Ambon saya menumpang di rumah pamanku di daerah Passo-Ambon. Kurang lebih satu bulan saya di perantauan, saya menerima telepon malam-malam pada tanggal 18 Agustus 1996 dari sepupu saya (Dra. Nuraeni, Alumni Arkeologi, Unhas) bahwa di Kanwil Pendidikan dan Kebudayaan pada Bidang Musjarla (Museum Sejarah dan Purbakala) ada penerimaan Tenaga SP3.K (Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan Bidang Kebudayaan) tetapi deadlinenya besok dan berkas harus masuk hingga batas waktu sore hari. Informasi yang saya terima bahwa tiga orang yang akan diterima, sementara pendaftar baru 2 orang. Akhirnya bagian pendaftaran mencari lagi satu orang tambahan. Karena pelamar tidak ada yang mendaftar.
Malam itu saya berpikir berat karena berkas-berkasku belum ada yang beres kecuali ijazah dan transkrip nilai. Sementara kelengkapan berkas lainnya yang akan setor harus melengkapi KTP, Kartu Pencari Kerja, Surat Berkelakuan Baik, dan membuat Karya Tulis Ilmiah yang bertemakan tentang kebudayaan.

Keesokan harinya saya memberitahu pamanku (Baharuddin) tentang penerimaan Calon SP3. Bidang Kebudayaan di Kanwil Depdikbud Provinsi Maluku, dan saya pun meminta bantuannya untuk diuruskan KTP. Setelah saya beritahu, pamanku langsung menemui Ibu Raja (Ibu Kepala Desa). Tetapi sayang Ibu Raja tidak bersedia mengeluarkan/membuatkan KTP SEMENTARA tanpa ada surat pindah dari kampung (Sulawesi). Ibu Kepala Desa (Ibu Raja) bersedia mengeluarkan KTP SEMENTARA dengan jaminan kurang dari satu bulan Surat Pindah dari kampung harus dilaporkan di Kantor Desa Passo-Ambon sebagai arsif.

Setelah KTP SEMENTARA sudah selesai dibuat, saya langsung menuju Kantor Depnaker untuk mengurus Kartu Pencari Kerja, selanjutnya ke Polda Maluku untuk mengurus Surat Keterangan Berkelakuan Baik (SKKB) dari Kepolisian. Karena Surat Keterangan Berkelakuan Baik tidak langsung jadii karena pimpinan tidak ada di tempat, maka saya pun ke Kantor Kanwil Depdikbud (Bidang Musjarla) untuk mendaftar SP3. Bidang Kebudayaan. Dengan membawa berkas yang berisi Ijazah, Transkrip Nilai, KTP SEMENTARA dan Kartu Pencari Kerja, sedangkan kelengkapan lainnya seperti Surat Keterangan Berkelakuan Baik (SKKB), dan Karya Tulis Ilmiah menyusul kemudian, dan harus dilengkapi pada hari itu juga. Untungnya orang yang menangani pada bagian pendaftaran Bapak Tjak Salhuteru mengatakan kepada saya bahwa akan menunggu sampai malam pun di kantor ini sampai kelengkapan berkas pak Asis rampung semua.

Selanjutnya saya menuju Kantor Perpustakan Daerah Kodya Ambon, mencari referensi dan mencatat bahan-bahan tentang kebudayaan untuk pembuatan Karya Tulis Ilmiah, setelah selesai mencatat bahan-bahan tersebut, saya kembali ke rumah mengetik kembali (Menggunakan Mesin Tik Manual). Sedangkan jarak rumah kurang lebih 20 kilometer dari Kodya Ambon. Alhamdulillah Karya Tulis Ilmiah saya selesai ketik. Setelah itu, saya berangkat lagi ke Kantor Kanwil Depdikbud untuk melengkapi berkas yang kurang. Sedangkan jarum jam sudah menunjukkan pukul 15.00 sementara jarak perjalanan yang harus kutempuh kurang lebih 20 Km. Rasanya sungguh melelahkan hingga lapar pun tidak hiraukan yang penting berkas saya bisa masuk. Tiba di terminal Mardika Ambon saya langsung menuju Kantor Polda Maluku untuk mengambil Surat Keterangan Berkelakuan Baik (SKKB). Selanjutnya saya ke Kantor Kanwil Depdikbud (Bidang Musjarla) dengan menggunakan jasa angkutan tiga roda. Tepat pukul 17.00 saya tiba di Kantor Bidang Musjarla, kantor sudah terlihat sepi tidak ada lagi pegawai-pegawai yang tampak lalu lalang kecuali Bapak Tjak Salhuteru dan satu orang stafnya yang menemani beliau hingga saya datang. Dengan perjuangan yang melelahkan akhirnya berkas saya rampung semua dan keesokan harinya akan di antar langsung ke Jakarta bersama berkas-berkas lainnya yang ikut mendaftar.

Sambil menunggu pengumuman lulus, saya mencari kesibukan lain untuk tambahan biaya hidup dengan menanam sayur-sayuran. Hari pun berganti dan tidak terasa sudah satu bulan belum juga mendapatkan informasi pengumuman tentang kelulusan berkas. Namun, tiba-tiba saja pada tanggal 20 September 1996 saya dikagetkan dengan deringan telepon dan saya pun langsung berlari mengangkatnya. Betapa kagetnya saya ketika itu, karena yang dicari adalah saya. Dengan nada suara mengatakan bisa bicara dengan Pak Asis! Saya menjawab saya sendiri Asis, pak!, Maaf, ini dari siapa pak! Mereka menjawab, ini dari Bapak Tjak Salhuteru di Kanwil, dan beliau pun meneruskan pembicaraannya. Beliau mengatakan Asis dan Yunus Elake dinyatakan lulus dan lusa siap-siap berangkat ke Jakarta tanggal 22 September 1996 untuk mengikuti pelatihan. Jadi, Asis dan Yunus Elake sebentar sore saya tunggu di kantor untuk mengambil tiket pesawat, Surat Tugas, dan uang saku. Saya pun menjawab, baik Pak Tjak! sebentar saya akan segera ke kantor bapak dan pembicaraan pun di tutup.

Setelah pembicaraanku dengan pak Tjak selesai, saya memberitahu pada orang-orang yang ada di dalam rumah bahwa saya dinyatakan lulus, besok lusa saya akan berangkat ke Jakarta. Sedangkan sepupuku yang memberiku informasi tidak lulus, padahal berkasnya lebih awal diserahkan pada bagian pendaftaran. Betapa gembiranya hatiku saat itu, karena selama hidupku saya tidak pernah naik pesawat, saya tidak dapat membayangkan bagaimana rasanya naik pesawat karena selama ini hanya naik kapal laut saja (Kapal Pelni).
Tanggal 22 September 1996, pagi dini hari saya diantar ke Bandara Pattimura Ambon berdua dengan Yunus Elake (SP3. Bidang Kebudayaan di Kec. Weda Halmahera Tengah) dengan menggunakan mobil dinas kantor Bidang Musjarla. Pengalaman pertama naik pesawat tidak bisa saya lupakan. Ketika itu saya dibekali peta/petunjuk mulai turun dari Bandara Cengkareng sampai tiba di Kantor Dirjen Kebudayaan yang berlokasi di Jalan Cilacap No. 4 Menteng Jakarta Pusat. Waktu itu kami berdua naik pesawat MANDALA transit Makassar dan Surabaya. Turun dari Bandara Cengkareng kami berdua naik bis bandara tujuan Gambir, dari kami berdua naik Bajaj menuju Kantor Dirjen Kebudayaan, dan dipertemukan bersama 36 orang Tenaga SP3. Bidang Kebudayaan di Aula kantor yang dinyatakan lulus SP3.Bidang Kebudayaan Angkatan II dari berbagai provinsi di Indonesia Periode 1996-1998.

Setelah semua SP3. Bidang Kebudayaan hadir di Aula Kantor Dirjen Kebudayaan, langsung mengikuti tes evaluasi dengan menjawab pertanyaan yang terkait tentang bidang kebudayaan. Selanjutnya kami pun langsung diberangkatkan untuk mengikuti Diklat di Ciawi Bogor Jawa Barat. Pelaksanaan bimbingan berlangsung dari 24 September s/d 11 Oktober 1996. Selama kurang lebih 3 minggu di tempat pelaksanaan bimbingan di Wisma YPI Ciawi-Bogor kami diajar oleh para pakar kebudayaan dari berbagai aspek budaya antara lain: aspek kesejarahan, aspek nilai tradisional, aspek arkeologi, aspek kepurbakalaan, aspek permuseuman, aspek kesenian, aspek kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan aspek kebahasaan dan kesastraan.

Para pakar kebudayaan tersebut memberikan materi dari bidang kepakaran mereka masing-masing: (1) Drs. Sunaryo, Jabatan: Kepala Bagian Perencanaan Sekretariat Ditjen Kebudayaan, dengan materi bahasan: Teknik Pemasyarakatan Kebudayaan; (2) Sri Rahayu Mulati, S.H., Jabatan: Kepala Bagian Tatalaksana Sekretariat Ditjen Kebudayaan, dengan materi bahasan; a) Struktur Organisasi Ditjenbud dan Depdikbud, b) Tugas dan Fungsi Ditjenbud; (3) Dr. Anhar Gonggong, Jabatan: Direktur Sejarah dan Nilai Tradisional, Ditjen Kebudayaan, dengan materi bahasan: a) Kebijaksanaan Teknis Direktorat Jaranitra, b) Teknik Kemunikasi Kebudayaan; (4) Drs. Tedjo Susilo, Jabatan: Direktur Permuseuman, dengan materi bahasan: a) Kebijaksanaan Teknis Direktorat Permuseuman, b) Teknik Pengelolaan Kebudayaan; (5) Drs. I Gusti Ngurah Anom, Jabatan: Direktur Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala, dengan materi bahasan: Kebijaksanaan Teknis Direktorat Linbinjarah; (6) Drs. K. Permadi, S.H., Jabatan: Direktur Pembinaan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dengan materi bahasan: Kebijaksanaan Teknis Direktorat Binyat; (7) Dr. Hasan Alwi, Jabatan: Kepala Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, dengan materi bahasan Kebijaksanaan Teknis Pusbinbangsa; (8) Prof. Dr. Hasan Muarif Ambary, Jabatan: Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, dengan materi bahasan: Kebijaksanaan Teknis Puslit Arkenas, (9) Drs. Saini Kosim, Jabatan: Direktur Kesenian, dengan materi bahasan: Kebijaksanaan Teknis Direktorat Kesenian; (10) Drs. Engkos Abubakar Kosasih, M. Hum., Jabatan: Kepala Bagian Tata Usaha Puslit Arkenas, dengan materi bahasan; GBHN dan Repelita; (11) Drs. H. Imam Sadjiono, Jabatan: Kepala Seksi Kebudayaan, Kandepdikbud Kodya Jakarta Timur, dengan materi bahasan: Pelaksanaan tugas Pembinaan dan Pengembangan Kebudayaan di TK. II; dan (12) H. Dasril Hadis, BA., Jabatan: Penilik Kebudayaan, Kandepdikbud Kecamatan Tanah Abang-Jakarta Pusat, dengan materi bahasan: Pelaksanaan tugas Pembinaan dan Pengembangan Kebudayaan di Kecamatan.

Saat mendebarkan ketika Bapak Drs. Nunus Supardi mulai membacakan daerah penempatan dan mengumumkan kepada peserta bahwa tidak mutlak SP3. Bidang Kebudayaan mendapatkan daerah asal mengikuti selekti pendaftaran. Saya sendiri ditempatkan di Kecamatan Tobelo, perjalanan menuju lokasi cukup melelahkan dengan menggunakan transport laut dan darat selama 1 jam perjalanan laut dan 4 jam perjalanan darat atau sejauh 138 mil dari Ibu Kota Ternate, Kabupaten Maluku Utara. Sedangkan Yunus Elake ditugaskan di Kecamatan Weda Kabupaten Halmahera Tengah. Sementara banyak teman-teman dari provinsi lain harus meninggalkan kampung halamannya, suasana seperti ini banyak di antara teman-teman yang menangis mendengar daerah penempatannya yang jauh-jauh.

Selama mengikuti bimbingan banyak suka maupun duka yang kita rasakan bersama sesama teman-teman seperjuangan SP3. Bidang Kebudayaan. Tanggal 11 Oktober 1996 pelaksanaan bimbingan ditutup oleh Ibu Dirjen Kebudayaan (Prof. Dr. Edi Sedyawati) dan dirangkaikan acara ramah tamah. Teman-teman seakan tak mau berpisah, karena sudah terjalin keakraban di antara mereka. Tanggal 12 Oktober 1996 semua peserta bimbingan kembali ke daerah penempatan masing-masing.

Setelah mendapatkan pembekalan dari pakar-pakar kebudayaan, tenaga SP3 Bidang Kebudayaan tersebut langsung berangkat menuju ke kecamatan-kecamatan yang telah ditetapkan untuk menjalankan tugas pembinaan dan pengembangan kebudayaan daerah. Tugas-tugas yang akan dilakukan oleh SP3 Bidang Kebudayaan pada dasarnya adalah menjalankan atau melanjutkan tugas-tugas yang dilakukan oleh seorang Penilik Kebudayaan.

Bersama peserta lainnya yang ditempatkan di kawasan Timur Indonesia seperti: Andi Nur Alang dan Herianah yang ditempatkan di Sulawesi Selatan, Iriani dan Jamal Mirsad di Sulawesi Tenggara, Songgo dan Iksam di Sulawesi Tengah, Boy Wimpe Runtumene di Sulawesi Utara, saya dan Yunus Elaku di Maluku, berangkat dari Jakarta dengan menumpang K.M Kerinci (Kapal Laut).
Sebelum saya meneruskan perjalanan menuju ke lokasi penempatan, terlebih dahulu saya singgah di Makassar, menemui kedua orang tua yang ada di kampung (Bantaeng) selama tiga hari bersama dengan keluarga sekaligus memohon restu dan doanya semoga saya selamat dalam di perjalanan. Setelah bertemu dengan orang tua saya meneruskan perjalanan menuju ke Ambon dengan naik pesawat MANDALA untuk melapor di Kanwil Depdikbud Provinsi Maluku (Kepala Bidang Musjarla: A. Manuputty). Sekaligus saya dibekali peralatan untuk keperluan di lapangan berupa Mesin Tik dan Camera Pentax.

Setelah urusan di Kanwil Depdikbud Provinsi Maluku selesai, saya pun berangkat menuju ke Ternate Kabupaten Maluku Utara dengan menumpang kapal kayu yang berkapasitas 200 orang penumpang (K.M Cahaya Bahari). Selama 2 hari 2 malam perjalanan hingga sampai di Kota Ternate, dengan beberapa kali transit di pulau-pulau kecil untuk menurunkan dan menaikkan penumpang. Sungguh pengalaman yang sulit saya lupakan. Di kapal kayu saya saya naiki tidak dapat tidur pulas karena kapalnya diterjang ombak hingga saya pun mabuk berat. Di kapal kayu itu penumpang yang ingin membuang hajat harus menimba sendiri air laut. Di kapal ini pun (K.M Cahaya Bahari) saya mendapatkan teman seorang guru SD yang berdomisili di Kota Ternate beliau bernama Bapak Zainuddin. Beliau bertanya kepada saya Adik ini di Ternate tinggal di mana (logat Ternate). Saya jawab, maaf pak saya ini baru pertama kali ke Ternate. Jadi saya kurang tahu situasi dan kondisi Kota Ternate. Sebenarnya ada keluarga tinggal di sana tetapi saya tidak mengetahui alamatnya. Saya ini Tenaga SP3. Bidang Kebudayaan yang bertugas di Kecamatan Tobelo. Sebelum saya lokasi, saya harus melapor terlebih dahulu di Kantor Depdikbud Kabupaten Maluku Utara. Bapak Zainuddin meneruskan pembicaraannya, kalau begitu Adik ikut saja ke rumah saya, biar saya mengantar Adik melapor di kantor Depdikbud Kabupaten (Kasi Kebudayaan) saya pun ikut bersama beliau dan menumpang nginap di rumahnya selama tiga malam.

Selesai urusan di Kantor Depdikbud Kabupaten Maluku Utara, saya pun pamit pada keluarga Bapak Zainuddin untuk melanjutkan perjalanan ke Tobelo lokasi tempat daerah saya akan bertugas. Bapak Zainuddin pun mengantar saya ke Pelabuhan Bastiong (Pelabuhan Ferry yang ada di Ternate), untuk menyeberang ke Pelabuhan Sidangoli Kecamatan Jailolo. Sebelum naik di kapal ferry semua penumpang sudah membeli karcis mobil untuk masing-masing daerah tujuan, seperti Kao, Tobelo, dan Galela. Setelah sampai di Pelabuhan Sidangoli para sopir menunggu penumpangnya yang akan turun dari ferry.

Pucuk di cinta wulan pun tiba, secara tidak sengaja saya bertemu keluargaku yang sudah lama tinggal di Maluku Utara namanya Sulaeman Rasyid, beliau adalah seorang prajurit tentara yang sudah 10 lebih tidak pernah kembali ke Sulawesi. Beliau pun heran melihat saya karena saat beliau meninggalkan kampung, ketika saya masih duduk di bangku SD dan ketemunya di kapal ferry. Jadi, setelah berbincang-bincang panjang lebar di atas ferry, beliau pun bertanya kepada saya! Aci (panggilan saya di kampung) mau ke mana, saya bilang saya mau ke Tobelo, saya ditempatkan di Tobelo sebagai tenaga SP3. Bidang Kebudayaan. Kalau begitu tinggal saja di rumah saja. Jadi, saya pun tinggal untuk sementara waktu di asramanya (Barak Tentara) selama dua minggu lamanya. Hari pertama saya masuk kantor di antar sama Bapak Sulaeman untuk melaporkan diri pada Kepala Kantor Depdikbudcam Tobelo (Hi. Salim Lemasa). Setiap hari saya ke kantor dengan naik angkot yang jaraknya kurang lebih 3 km dari asrama tentara sementara biaya hidup tinggi dengan gaji pas-pasan. Untung Bapak Sulaeman punya teman polisi orang Bantaeng sama-sama satu kampung dan beliau mengenalkan kepada saya kepada Polisi itu (Bapak Faharuddin), kebetulan beliau pun tinggal sendiri dan menawarkan untuk tinggal di Asramanya (Asrama Polisi), karena jarak ke kantor dapat ditempuh dengan jalan kaki. Hingga masa tugas berakhir saya tetap tinggal di asrama.

Gambar ini adalah satu meriam peninggalan Zaman Belanda yang terletak di Desa Meti (Desa yang berada di Pulau). Kami berkunjung untuk melakukan pendataan /inventarisasi (BCB) benda bergerak maupun tidak bergerak. Aktivitas keseharianku berkunjung dari satu desa ke desa lainnya baik desa yang berada di pulau maupun desa yang di wilayah daratan. Penduduk di Kecamatan Tobelo mayoritas beragama Kristiani. Suatu ketika aku mengunjungi sebuah desa yang berada di pulau untuk melakukan pendataan, wawancara dan lainnya yang berkaitan tentang tugas SP3 Bidang Kebudayaan. Untuk menjangkau ke desa-desa yang berada di pulau dengan menggunakan sampan atau perahu motor harus menunggu waktu-waktu tertentu. Transportasi laut (sampan atau perahu motor) kadang 2-3 kali seminggu baru bisa berangkat. Sebagai ujung tombak di lapangan, terkadang saya bermalam di rumah penduduk selama 3 hari yang penduduknya 100 % non muslim. Orang-orang yang tinggal di pulau makanan pokoknya adalah sagu, pisang dan ubi kayu rebus dan ikan. Jadi, di lapangan terpaksa saya menyesuaikan diri makan apa adanya tanpa makan nasi selama 3 malam, dan hanya makan pisang dan ubi rebus saja hingga saya kembali ke kota.

Selama 2 tahun menjalankan tugas di Halmahera Utara sebagai Penilik Kebudayaan dengan menangani berbagai bidang aspek kebudayaan daerah, seperti memberikan informasi awal tentang kebudayaan-kebudayaan yang ada wilayah kerja kita. Mulai Aspek Kesejarahan dengan melakukan inventarisasi data tentang sejarah-sejarah daerah seperti (sejarah desa dan kecamatan). Kota Tobelo Aspek Nilai Tradisional, kita melakukan penggalian cerita-cerita rakyat sudah hampir punah. Melakukan penyuluhan, perekaman pandang-dengar, lomba menulis cerita rakyat daerah, penyebarluasan informasi, dan seminar. Aspek kepurbakalaan: melakukan pendaftaran benda cagar budaya (BCB) milik masyarakat, BCB yang tidak bergerak, seperti: gereja tua, gua, meriam dan lain sebagainya, menanamkan kesadaran masyarakat tentang UU No. 5 Tahun 1992, PP No. 10 tahun 1993 dan PP No. 19 tahun 1995, mencatat situs yang perlu diadakan penelitian dan penggalian, mencatat temuan arkeologi beserta deskripsinya.

Pada aspek kesenian (a) melakukan inventarisasi kesenian-kesenian yang ada di Kecamatan Tobelo: (1) melakukan pendataan sejumlah seniman-seniman, jenis kelamin dan usianya, (2) mencatat jenis dan bidang kesenian yang digeluti baik yang sifatnya modern lebih yang masih tergolong tradisional, dengan mencatat: jumlahnya, nama-nama jenis keseniannya, jumlah pendukung setiap jenisnya, dan ciri-ciri khas kesenian tersebut, (3) mencatat organisasi-organisasi kesenian baik yang sudah terdaftar maupun yang belum terdaftar di kantor kandepdikbudcam, seperti jumlah organisasi, jumlah anggota, AD/ART, (4) melakukan lomba, menggelar festival musik dan tari tradional, latihan-latihan pementasan (5) mencatat jumlah dan peralatan kesenian yang digunakan. (b) Mendorong masyarakat untuk menghidupkan kembali kegiatan seni baik yang modern lebih-lebih yang masih tradisional agar terhindar dari kepunahan, serta menghimbau pada masyarakat agar dapat memanfaatkan kesempatan berolah seni pada hari-hari besar, serta melakukan kerjasama dengan guru untuk menjadikan sekolah sebagai kegiatan berkesenian.

Aspek kebahasaan dan kesastraan; melakukan pembinaan dan penyuluhan kebahasaaan dan kesastraan berupa: (1) bimbingan dan penyuluhan bahasa dan sastra Indonesia dan daerah, (2) memasyarakatkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, (3) memasyarakatkan pedoman penggunaan bahasa Indonesia, dan (4) membina apresiasi masyarakat masyarakat terhadap sastra Indonesia dan sastra daerah.
Sedangkan dari aspek Permuseuman, aspek Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan aspek Arkeologi tidak ditemukan data-data di daerah tempat kami bertugas.

Oktober 1998 masa kerja sebagai Tenaga SP3.K berakhir setelah menerima surat dari Ibu Dirjen Kebudayaan tentang formasi penerimaan CPNS. Selama mengikuti tes hingga menunggu hasil pengumuman teman-teman SP3.K dari luar Pulau Jawa, disediakan tempat di Mess Museum Proklamasi Jl. Imam Bonjol No. 1 Jakarta. Selama kurang lebih 3 bulan kita tinggal di Mess tersebut, banyak suka duka di tempat itu dan hampir tiap hari bersama teman-teman seperjuangan keluar berombongan berkunjung dari satu tempat ke tempat lainnya.

Tiga bulan kemudian hasil seleksi CPNS diumumkan, dari teman-teman SP3.K Angkatan II yang mengikuti tes, sebanyak 12 orang yang tertunda kelulusannya dan harus menunggu tahun depan termasuk saya sendiri. Dengan perasaan kecewa, pada hari pengumuman aku langsung berangkat ke Makassar naik kapal laut bersama teman-teman yang tidak lulus. Dengan penuh rasa sabar selama 1 tahun menunggu, akhirnya aku kembali dihubungi oleh Bapak Soeharto Staf. Kepegawaian Dirjen Kebudayaan agar melengkapi berkas. Setelah melengkapi berkas, saya berangkat kembali ke Jakarta untuk menyerahkan berkas tersebut sambil menunggu SK CPNS keluar. Kesabaranku menunggu menjadi Calon CPNS berhasil dan terhitung 1 Maret 2000 SK CPNS saya keluar dan ditempatkan di Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Makassar (BKSNT). Saking gembira hatiku yang tidak dapat saya lukiskan dengan kata-kata, dan saya pun mengatakan tidak usah dikirim biar saya yang ke Jakarta untuk menerima secara langsung. Setelah saya menerima SK tersebut, saya kembali ke Makassar untuk melapor dan berdinas di Kantor BKSNT Makassar.

Dengan hati gembira dan senang menyandang sebagai status pegawai negeri tidak kubayangkan sebelumnya akan terkabul. Hari pertama masuk kantor langsung menghadap pada Kepala Kantor BKSNT (Drs. Muh. Yunus Hafid), tetapi kepala BKSNT Makassar merasa keberatan untuk menerima kehadiranku di kantor ini dengan alasan klise bahwa saya (kepala kantor) tidak pernah dihubungi sebelumnya bahwa akan ada formasi pegawai. Kok secara tiba-tiba langsung menempatkan pegawai. Dengan alasan seperti itu, jadi terpaksa SK CPNS tidak diproses selama tiga bulan hingga menunggu pejabat turun dari pusat (Bapak Eko Saputra) untuk membicarakan masalah SK penempatan ini. Setelah itu barulah ada realisasinya, dan SK pun diproses untuk dimintakan rapelan. Hasil pembicaraan Bapak Eko Saputra dan Kepala BKSNT untuk sementara saya sebagai pegawai titipan, sambil menunggu proses pindah ke Kantor Bahasa Palu.

Lambat laun, hari berganti bulan, dan bulan pun berganti tahun, SK pindah saya tidak jua diproses hingga mengikuti Prajabnas di Jakarta, kemudian terbit SK seratus persen belum juga ada tanda-tanda akan dipindahkan secepatnya. Hingga memasuki tahun kedua saya bekerja di BKSNT Makassar, akhirnya Bapak Drs. Muh. Yunus Hafid dilengserkan dan dijabat oleh orang akademisi dari Universitas Hasanuddin (Drs. Suriadi Mappangara, M. Hum). Akhir tahun 2009 hingga awal 2010, umumnya staf BPSNT sudah tidak menginginkan untuk menjadi pemimpin di kantor. Akhirnya pada Februari 2010 Bapak Drs. Suriadi Mappangara, M. Hum. terpaksa turun tahta dan dijabat oleh Ibu Lindyastuti Setyawati.

Sejak saya masuk kerja dari tahun 2000 sampai tahun 2010 sudah tiga pergantian jabatan kepala dan satu kali pergantian nama kantor; yang dulunya BKSNT sekarang berubah menjadi BPSNT. Huruf K yang bermakna “kajian” berubah menjadi P yang bermakna “pelestarian”. Jadi, BPSNT (Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Makassar). Selama saya bekerja ini saya telah menghasilkan karya/tulisan berupa jurnal/artikel yang berkaitan tentang sejarah dan nilai budaya antara lain: Karya tulis yang telah diterbitkan: Biografi dan Perjuangan Haji Andi Sultan Daeng Raja (Karaeng Gantarang Bulukumba) 2001; Nilai-Nilai yang Terkandung Dalam Cerita Rakyat Luwu 2003; Tinjauan Selintas Tema, Amanat dan Nilai Budaya Cerita Rakyat Bugis “La Tobajak di Soppeng” 2005; Nilai-Nilai Dalam Upacara Tradisional Pa’jukukang di Kabupaten Bantaeng 2006; Peranan Pasar Tradisional di Banyorang, Kabupaten Bantaeng 2007; Ungkapan Kelong dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Bantaeng 2009; Makna Lagu Bugis ”Buluk Alaukna Tempe” Ciptaan Yusuf Alamudi dengan Pendekatan Hermeneutika 2009; Fungsi dan Nilai Permainan Tradisional Bugis Makassar: Identitas Budaya Etnik Dalam Arus Globalisasi 2009.

Demikian sekelumit tentang suka duka menjadi Tenaga SP3. Bidang Kebudayaan hingga menjadi PNS saat sekarang ini. 
Wassalam